PDIP Desak PPATK Kaji Ulang Blokir Rekening Nganggur, Soroti Fenomena “Rojali dan Rohana”
AKSINEWS.COM – Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Mufti Anam, meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengkaji ulang kebijakan pemblokiran rekening bank yang menganggur selama 3 bulan.
“Kalau rakyat hari ini sedang tidak bertransaksi, bukan berarti mereka jahat. Bisa jadi uang mereka di bank terbatas bahkan banyak yang sedang tidak punya apa-apa. Kita harus jujur, ekonomi rakyat sedang tidak baik-baik saja,” kata Mufti kepada wartawan, dikutip detiknews, Rabu (30/7/2025).
Mufti menyoroti fenomena Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya) di pusat perbelanjaan. Menurutnya, banyak masyarakat yang tidak menggunakan rekening bank untuk bertransaksi karena isi rekening juga tak ada.
“Fenomena Rojali dan Rohana di pusat-pusat perbelanjaan bukan sekadar guyonan. Itu potret nyata bahwa daya beli masyarakat sedang lemah. Maka ketika muncul kebijakan pemblokiran rekening yang tidak aktif selama 3 bulan, kita harus hati-hati,” ujar Mufti.
“Banyak masyarakat yang memang tidak bertransaksi apa-apa karena kondisi keuangan sedang sulit,” tambahnya.
Permintaan pembukaan blokir dari masyarakat ke PPATK membutuhkan waktu tak sebentar, sementara pemilik rekening membutuhkan uang untuk kebutuhan mendesak.
“Lalu tiba-tiba rekening diblokir dan untuk membukanya lagi mereka harus mengisi formulir, menunggu klarifikasi bank, dan menanti PPATK mengecek selama 5 sampai 20 hari. Kalau rakyat butuh uang itu hari ini juga, bagaimana?” tanya Mufti.
Mufti menyarankan PPATK fokus memblokir rekening bank dengan indikasi pelanggaran. “Kebijakan pemblokiran harus sensitif terhadap kondisi ekonomi rakyat. Jangan sampai rakyat kecil yang justru jadi korban sistem,” ujarnya.
Kebijakan tersebut dikhawatirkan justru membuat masyarakat takut menyimpan uang di bank. “Di satu sisi, masyarakat sulit punya uang, di sisi lain bisa jadi dengan ada kebijakan ini nanti yang punya uang malah takut naruh di bank. Kalau rasa takut ini dibiarkan, bukan mustahil bisa menimbulkan rush (penarikan besar-besaran),” ujarnya.
Mufti menegaskan, bahwa DPR akan mendorong agar regulasi tersebut dikaji ulang. “Kami di DPR akan mengkaji ulang dengan mengutamakan perlindungan terhadap masyarakat yang benar-benar bukan pelaku kejahatan. (SW)